Pages

Selasa, 05 Mei 2015

Perlawanan kesultanan Ternate terhadap Penjajahan Portugal



Sejarah Kesultanan Ternate dalam Menghadapi Penjajahan Portugal, Spanyol dan Belanda Tahun 1257


Pada awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yg disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan & penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano & menggantinya dengan gelar Sultan.
Para ulama menjadi figur penting dlm kerajaan. Setelah Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu [perdana menteri] & Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah ialah empat klan bangsawan yg menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu, masing -masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito & Tamadi. Pejabat -pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan -klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan -jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange [Dewan 18], Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll. Untuk lebih jelasnya lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate. Pulau Gapi [kini Ternate] mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupaken warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yg masing-masing dikepalai oleh seorang momole [kepala marga], merekalah yg pertama -tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yg datang dari segala penjuru mencari rempah -rempah.
Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu & Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yg semakin ramai ditambah ancaman yg sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yg lebih kuat & mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih & diangkat sebagai Kolano [raja] pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo [1257-1272].
Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yg dlm perkembangan selanjutnya semakin besar & ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar [belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama]. Semakin besar & populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yg hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yg berpengaruh & terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku. Kerajaan Gapi atau yg kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate [mengikuti nama ibukotanya] ialah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku & merupaken salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara.
Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 sampai abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah & kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur & tengah, bagian selatan kepulauan Filipina sampai sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.

Kerajaan di Maluku Ternate, Tidore, Jailolo, Bacan, Obi & Loloda

Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tak 5 kerajaan lain yg memiliki pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi & Loloda. Kerajaan -kerajaan ini merupaken saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yg mengesankan, & untuk memperkuat hegemoninya di Maluku, Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati & memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang Ternate sebagai musuh bersama sampai memicu terjadinya perang.
Demi menghentikan konflik yg berlarut -larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo [1322-1331] mengundang raja -raja Maluku yg lain untuk berdamai & bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan ialah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yg terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha [Empat Gunung Maluku].

Sejarah Islam di Maluku

Tak ada sumber yg jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yg telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15. Kolano Marhum [1465-1486], penguasa Ternate ke-18 ialah raja pertama yg diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat & pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum ialah puteranya, Zainal Abidin [1486-1500].
Beberapa langkah yg diambil Sultan Zainal Abidin ialah meninggalkan gelar Kolano & menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yg pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai “Sultan Bualawa” [Sultan Cengkih].

Perkembangan Ternate & Kedatangan Portugal

Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata -mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah -rempah Pala & Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.
Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah [1500-1521], Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu & senjata yg diperoleh dari orang Arab & Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo [Ludovico Varthema] tahun 1506.
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yg masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila & Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yg asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate & Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat [kelak Sultan Dayalu] & pangeran Abu Hayat [kelak Sultan Abu Hayat II]. Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugal memanfaatkan kesempatan ini & mengadu domba keduanya sampai pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal.
Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati & dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan & dengan pengaruh yg dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah & dibuang ke Goa -India. Disana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen & vasal kerajaan Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun [1534-1570].

Perang Pengusiran Portugal dari Ternate

Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng & kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu -sekutu suku pribumi yg bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh & Demak yg terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan sampai terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun.
Secara licik Gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan & akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yg datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan & perjuangan Sultan Baabullah [1570-1583], pos-pos Portugal di seluruh Maluku & wilayah timur Indonesia digempur, sesudah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupaken kemenangan pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat.
Perlakuan Portugal terhadap saudara -saudaranya membuat Sultan Khairun geram & bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak -tanduk bangsa barat yg satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yg akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat & pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh & Demak sesudah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di Nusantara.
Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara & Tengah di bagian barat sampai kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina [Selatan] dibagian utara sampai kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yg semuanya berpenghuni [sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72 pulau tersebut] sampai menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh & Demak yg menguasai wilayah barat & tengah nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 & 15 entah sengaja atau tak dikesampingkan dlm sejarah bangsa ini padahal mereka ialah pilar pertama yg membendung kolonialisme barat.

Kedatangan Belanda ke Maluku

Kekalahan demi kekalahan yg diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan imbalan yg amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yg merupaken benteng pertama mereka di nusantara.
Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yg telah bersatu dengan Portugal tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol & dibuang ke Manila.
Sejak awal hubungan yg tak sehat & tak seimbang antara Belanda & Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa & bangsawan Ternate. Diantaranya ialah pangeran Hidayat [15??-1624], Raja muda Ambon yg juga merupaken mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yg menentang kedudukan sultan & Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah -rempah kepada pedagang Jawa & Makassar.

Kejatuhan Ternate & Perlawanan Rakyat Maluku Penjajahan Belanda

Semakin lama cengkeraman & pengaruh Belanda pada sultan -sultan Ternate semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yg merugikan rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yg kurang ajar & sikap sultan yg cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yg dikobarkan bangsawan Ternate & rakyat Maluku.
Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan & mengatrol harga rempah yg merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar -besaran pohon cengkeh & pala di seluruh Maluku atau yg lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate -Hitu -Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap & dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali & Tolukabessi sampai 1646.
Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate & Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah [1648-1650,1655-1675] yg terlampau akrab & dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga di antara pemberontak yg utama ialah trio pangeran Saidi, Majira & Kalumata.
Pangeran Saidi ialah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira ialah raja muda Ambon sementara pangeran Kalumata ialah adik sultan Mandarsyah. Saidi & Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta & mengangkat Sultan Manilha [1650–1655] namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam sampai mati sementara pangeran Majira & Kalumata menerima pengampunan Sultan & hidup dlm pengasingan.
Sultan Muhammad Nurul Islam atau yg lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori [1675 -1691] merasa gerah dengan tindak -tanduk Belanda yg semena-mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah -daerah strategis yg bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yg dibuat para pendahulunya. Ia kalah & terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yg intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.
Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yg terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam -diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah [1896-1927] menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah -wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal.
Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada & Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yg tewas termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak -abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yg lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap & dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dlm pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan & seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 & meninggal disana tahun 1927.
Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun & pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yg bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.
Dalam usianya yg kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. H. Mudaffar Sjah, BcHk. [Mudaffar II] yg dinobatkan tahun 1986.

Nama-nama Sultan Ternate

  • Kaicil Mashur Malamo atau Kaicili Tsyuka [1257-1277]
  • Kaicil Jamin atau Cili Kadarat [1277-1284]
  • Kaicil Kamalu atau Abu Sahid [1284-1298]
  • Kaicil Bakuku [1298-1304]
  • Kaicil Nagarah Malamo [1304-1317]
  • Kaicil Patsarangah Malamo [1317-1322]
  • Kaicil Sidang Arif Malamo [1322-1331]
  • Kaicil Paji Malamo [1331-1332]
  • Kaicil Sah Alam [1332-1343]
  • Kaicil Tulu Malamo [1343-1347]
  • Kaicil Kie Mabiji [1347-1350]
  • Kaicil Ngolo Macayah [1350-1357]
  • Kaicil Mamole [1357-1359]
  • Kaicil Gapi Malamo [1359-1372]
  • Kaicil Gapi Baguna atau Gapi Baguna I [1372-1377]
  • Kaicil Kamalu [1377-1432]
  • Kaicil Sia atau Gapi Baguna II [1432-1465]
  • Kaicil Gapi Baguna atau Marhum [1465-1486]
Pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yg panjang masih terus terasa sampai berabad kemudian. Ternate memiliki andil yg sangat besar dlm kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi [utara & pesisir timur] & Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat & bahasa. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yg diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar yg diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yg berarti.
Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dlm mengusir Portugal tahun 1575 merupaken kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, & sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina. Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yg berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yg berada dibawah pengaruhnya. Prof E. K. W. Masinambow dlm tulisannya; “Bahasa Ternate dlm konteks bahasa-bahasa Austronesia & Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yg digunakan masyarakat timur Indonesia.
Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu -Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah & Selatan, Maluku & Papua dengan dialek yg berbeda -beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia ialah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April & 8 November 1521 yg saat ini masih tersimpan di museum Lisabon -Portuga

0 komentar:

Posting Komentar